Sambel dina kalawarta
Wisata Ziarah ke Sunan Haruman Sambel Cibiuk Salah Satu Warisan Oleh H.Usep Romli H.M. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/29/0810.htm SUNAN Haruman adalah sebutan atau gelar untuk Syekh Jafar Sidik, penyebar dan pengajar Islam di utara Garut, pada abad 18. Disebut juga Embah Wali, karena kedudukannya sejajar dengan para wali penyebar agama Islam lainnya, baik di Jawa Barat maupun di P. Jawa. Disebut Sunan Haruman, karena makamnya terletak di sebuah bukit kecil di lembah Gunung Haruman. Masuk wilayah administratif Desa Cipareuan, Kecamatan Cibiuk, Kab.Garut. Menurut kisah turun-temurun yang telah menjadi ceritera rakyat (folklore) setempat, Embah Wali Jafar Sidik hidup sezaman dengan Syekh Abdul Muhyi, Pamijahan, Kab.Tasikmalaya. Bahkan konon "saguru saelmu". Mungkin karena ada keterkaitan itu (walaupun hanya berdasarkan kisah, bukan sejarah), para wisatawan yang berziarah ke Pamijahan, selalu berziarah juga ke makam Embah Wali Jafar Sidik. Sehingga antara makam Embah Wali di Cibiuk Garut, dengan makam Syekh Abdul Muhyi di Pamijahan Tasik, terbentuk satu "jalur wisata". Apalagi, makam Embah Wali Jafar Sidik, terletak di pinggir jalan raya Limbangan-Leuwigoong-Garut yang cukup mulus. Di jalur itu (kurang lebih 15 km) dari makam Embah Wali ke arah Garut, terdapat objek wisata Situ Bagendit yang terkenal. Ke arah Leles terdapat objek wisata Situ Cangkuang. Masih menurut folklore lokal, dalam mengemban missinya, Embah Wali membangun masjid dan pesantren di sebuah tempat yang berada tepat di pertengahan dari kampung-kampung dan desa yang ada. Maksudnya agar mudah dijangkau dari mana-mana. Itulah sebabnya, masjid dan pesantren Embah Wali dinamakan "Pasantren Tengah" dan sekarang menjadi kampung yang maju dan ramai di Kec.Cibiuk. Masjid yang dibangunnya, memakai ciri dan corak masjid-masjid buatan para wali di P. Jawa. Yaitu atap berbentuk "nyungcung" (kerucut), disangga oleh tiang-tiang kokoh yang sambungan-sambungannya tidak menggunakan paku. Sayang, masjid asli peninggalan Embah Wali sudah hilang. Sebab sering direnovasi. Terutama setelah berubah dari masjid "panggung" (terbuat dari kayu dan bambu) menjadi masjid tembok. Inti dakwah Embah Wali, adalah pengembangan ilmu, kemajuan ekonomi dan keahlian membuat makanan. Hal itu berhasil diwujudkan dan terwariskan hingga sekarang. Di Kec.Cibiuk, banyak santri dan pesantren. Tak sedikit yang berhasil menjadi kiai terkenal. Antara lain Almarhum K.H. Abdul Fatah Gazhali (Pa Totoh). Ulama yang selalu menyampaikan dakwahnya dalam bahasa Sunda itu, merupakan "orang Cibiuk" (wafat 6 Mei 2000). Di bidang ekonomi, banyak penduduk Cibiuk bergelut di bidang perdagangan. Mulai dari dagang kain batik, kitab-kitab agama, hingga kacamata, sambil mengembara ke tempat-tempat jauh di seluruh Indonesia. Salah satu warisan paling fenomenal dari Embah Wali Jafar Sidik, adalah "sambel" (sambal). "Sambel Cibiuk" yang kini sudah "go public" dan menjadi merek dagang (trade-mark), bukan hanya dijajakan di rumah-rumah makan sekitar makam Embah Wali. Tapi sudah menyebar ke mana-mana. Banyak restoran terkemuka diKota Bandung, Jakarta, dan lain-lain menawarkan menu "Sambel Cibiuk". Sebetulnya, pembuat pertama "Sambel Cibiuk" adalah salah seorang putri Embah Wali. Yaitu Eyang Fatimah. Tapi sebagaimana dikisahkan dalam ceritera rakyat setempat, resepnya dari dakwah agama Embah Wali, yang mengutip ayat Quran, S.Al-Maidah : 2, berbunyi ta-awanu alal birri wat taqwa. Bekerjasamalah dalam kebajikan dan takwa. Oleh Eyang Fatimah diimplementasikan dalam wujud "sambel". Sebab "sambel" merupakan salah satu contoh kerja sama dalam kebajikan. Cabai rawit, terasi, garam, bawang, tomat, gula, kemangi, dan bumbu lain, disatupadukan (kerjasama) hingga menimbulkan kenikmatan. Kenikmatan makan dengan "sambel" inilah yang berujung kepada takwa. Menaati perintah Allah SWT sekaligus meninggalkan larangan-Nya. Dalam hal makan, juga minum, dimulai dengan mengucapkan nama Allah. Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma bariklana fi ma razaktana wa qina adzaban nari (Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang. Ya Allah, berkahilah kami dari rizeki kami dan bebaskan kami dari siksa api neraka). Selesai makan memuji Allah SWT. Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Alhamdulillahi ladzi ath'amana wa saqana wa ja'alna Muslimin (Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam. Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makanan dan minuman dan menjadikan kami Muslim). Makan dilengkapi "sambel" juga mengingatkan akan kebiasaan Nabi Muhammad saw, yaitu makan setelah benar-benar lapar dan berhenti jika hampir kenyang. Jika sudah benar-benar dikelola dan dikembangkan secara maksimal, "Sambel Cibiuk" mungkin akan menjadi salah satu ikon wisata Kab.Garut yang sudah terkenal dengan jenis-jenis makanan khasnya, seperti dodol, dorokdok (kerupuk kulit), ladu, emplod, dll. Sebagaimana objek wisata lokal di Jawa Barat, kompleks Sunan Haruman, belum tertata baik. Para wisatawan baru sebatas ziarah dan menikmati pemandangan alam lembah Gunung Haruman. Sarana pendukung lain, seperti WC, lahan parkir, masih minim. Untung ada beberapa rumah makan "Sambel Cibiuk" yang menyediakan fasilitas itu, walaupun jaraknya agak jauh dari kompleks makam yang menjadi tujuan wisata ziarah. Puncak kunjungan wisata dari luar daerah ke makam Embah Wali, terutama bulan Rabiul Awwal (Mulud) dan Rajab. Pada bulan Ramadan agak kurang.***
2 comments:
Tidak semua orang Cibiuk tahu tata cara pembuatan Sambal Cibiuk. seperti rumah makan-rumah makan yang ada sekarang ini, pembuatan sambalnya asal jadi, asal banyak bumbu, asal hijau, dll. padahal ada tata caranya.
pengen jelas? silahkan datang ke Cibiuk, tepatnya ke Kp. Situbatu (persis di bawah lokasi makam) tanyakan rumah Ceng Mamad!
Post a Comment