3.1.07

Mengenal Kalender Hijriah

Sampai awal abad ke-20 kalender Hijriah masih dipakai oleh kerajaan-kerajaan di nusantara. Bahkan raja Karangasem, Ratu Agung Ngurah yang beragama Hindu, dalam surat-suratnya kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda Otto van Rees yang beragama Nasrani, masih menggunakan tarikh 1313 Hijriyah (1894 Masehi). Kalender Masehi baru secara resmi dipakai di seluruh Indonesia mulai tahun 1910 dengan berlakunya Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap, hukum yang menyeragamkan seluruh rakyat Hindia Belanda. Jenis kalender Ada tiga jenis kalender yang dipakai umat manusia penghuni planet ini. Pertama, kalender solar (syamsiyah, berdasarkan matahari), yang waktu satu tahunnya adalah lamanya bumi mengelilingi matahari yaitu 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik atau 365,2422 hari. Kedua, kalender lunar (qamariyah, berdasarkan bulan), yang waktu satu tahunnya adalah dua belas kali lamanya bulan mengelilingi bumi, yaitu 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29,5306 hari = 1 bulan) dikalikan dua belas, menjadi 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari. Ketiga, kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Oleh karena kalender lunar dalam setahun 11 hari lebih cepat dari kalender solar, maka kalender lunisolar memiliki bulan interkalasi (bulan tambahan, bulan ke-13) setiap tiga tahun, agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari. Kalender Masehi, Iran, dan Jepang merupakan kalender solar, sedangkan kalender Hijriah dan Jawa merupakan kalender lunar. Adapun contoh kalender lunisolar adalah kalender Imlek, Saka, Buddha, dan Yahudi. Semua kalender tidak ada yang sempurna, sebab jumlah hari dalam setahun tidak bulat. Untuk memperkecil kesalahan, harus ada tahun-tahun tertentu menurut perjanjian yang dibuat sehari lebih panjang (tahun kabisat atau leap year). Pada kalender solar, pergantian hari berlangsung tengah malam (midnight) dan awal setiap bulan (tanggal satu) tidak tergantung pada posisi bulan. Adapun pada kalender lunar dan lunisolar pergantian hari terjadi ketika matahari terbenam (sunset) dan awal setiap bulan adalah saat konjungsi (Imlek, Saka, dan Buddha) atau saat munculnya hilal (Hijriah, Jawa, dan Yahudi). Oleh karena awal bulan kalender Imlek dan Saka adalah akhir bulan kalender Hijriah, tanggal kalender Imlek dan Saka umumnya sehari lebih dahulu dari tanggal kalender Hijriah. Arab Pra-Islam Sebelum kedatangan agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw, masyarakat Arab memakai kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Tahun baru (Ra's as-Sanah = "Kepala Tahun") selalu berlangsung setelah berakhirnya musim panas sekitar September. Bulan pertama dinamai Muharram, sebab pada bulan itu semua suku atau kabilah di Semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan peperangan. Pada bulan Oktober daun-daun menguning sehingga bulan itu dinamai Shafar ("kuning"). Bulan November dan Desember pada musim gugur (rabi`) berturut-turut dinamai Rabi`ul-Awwal dan Rabi`ul-Akhir. Januari dan Februari adalah musim dingin (jumad atau "beku") sehingga dinamai Jumadil-Awwal dan Jumadil-Akhir. Kemudian salju mencair (Rajab) pada bulan Maret. Bulan April di musim semi merupakan bulan Sya'ban (syi'b = lembah), saat turun ke lembah-lembah untuk mengolah lahan pertanian atau menggembala ternak. Pada bulan Mei suhu mulai membakar kulit, lalu suhu meningkat pada bulan Juni. Itulah bulanRamadan ("pembakaran") dan Syawwal ("peningkatan"). Bulan Juli merupakan puncak musim panas yang membuat orang lebih senang istirahat duduk di rumah daripada bepergian, sehingga bulan ini dinamai Dzul-Qa`dah (qa`id = duduk). Akhirnya, Agustus dinamai Dzul-Hijjah, sebab pada bulan itu masyarakat Arab menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim a.s. Setiap bulan diawali saat munculnya hilal, berselang-seling 30 atau 29 hari, sehingga 354 hari setahun, 11 hari lebih cepat dari kalender solar yang setahunnya 365 hari. Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut nasi' yang ditambahkan pada akhir tahun sesudah Dzul-Hijjah. Ternyata tidak semua kabilah di Semenanjung Arabia sepakat mengenai tahun-tahun mana saja yang mempunyai bulan nasi'. Masing-masing kabilah seenaknya menentukan bahwa tahun yang satu 13 bulan dan tahun yang lain cuma 12 bulan. Lebih celaka lagi jika suatu kaum memerangi kaum lainnya pada bulan Muharram (bulan terlarang untuk berperang) dengan alasan perang itu masih dalam bulan nasi', belum masuk Muharram, menurut kalender mereka. Akibatnya, masalah bulan interkalasi ini banyak menimbulkan permusuhan di kalangan masyarakat Arab. Pemurnian kalender ”lunar” Setelah masyarakat Arab memeluk agama Islam dan bersatu di bawah pimpinan Nabi Muhammad s.a.w., maka turunlah perintah Allah SWT agar umat Islam memakai kalender lunar yang murni dengan menghilangkan bulan nasi'. Hal ini tercantum dalam kitab suci Alqur'an Surat at-Taubah ayat 36 dan 37.Dengan turunnya wahyu Allah di atas, Nabi Muhammad saw mengeluarkan dekrit bahwa kalender Islam tidak lagi bergantung kepada perjalanan matahari. Meskipun nama-nama bulan dari Muharam sampai Dzul-Hijjah tetap digunakan karena sudah populer pemakaiannya, bulan-bulan tersebut bergeser setiap tahun dari musim ke musim, sehingga Ramadan ("pembakaran") tidak selalu pada musim panas dan Jumadil-Awwal ("beku pertama") tidak selalu pada musim dingin. Mengapa harus kalender lunar murni? Hal ini disebabkan agama Islam bukanlah hanya untuk masyarakat Arab di Timur Tengah saja, melainkan untuk seluruh umat manusia di berbagai penjuru bumi yang letak geografis dan musimnya berbeda-beda. Sangatlah tidak adil jika misalnya Ramadan (bulan menunaikan ibadah puasa) ditetapkan menurut sistem kalender solar atau lunisolar, sebab hal ini mengakibatkan masyarakat Islam di suatu kawasan berpuasa selalu di musim panas atau selalu di musim dingin. Sebaliknya, dengan memakai kalender lunar yang murni, masyarakat Kazakhstan atau umat Islam di London berpuasa 18 jam di musim panas, tetapi berbuka puasa pukul empat sore di musim dingin. Umat Islam yang menunaikan ibadah haji pada suatu saat merasakan teriknya matahari Arafah di musim panas, dan pada saat yang lain merasakan sejuknya udara Mekah di musim dingin. Perhitungan Tahun Hijriah Pada masa Nabi Muhammad saw penyebutan tahun tberdasarkan suatu peristiwa yang dianggap penting pada tahun tersebut. Misalnya, Nabi Muhammad saw lahir tanggal 12 Rabi`ul-Awwal Tahun Gajah ('Am al-Fil), sebab pada tahun tersebut pasukan bergajah, raja Abrahah dari Yaman berniat menyerang Ka'bah. Ketika Nabi Muhammad saw wafat tahun 632, kekuasaan Islam baru meliputi Semenanjung Arabia. Tetapi pada masa Khalifah Umar ibn Khattab (634-644) kekuasaan Islam meluas dari Mesir sampai Persia. Pada tahun 638, Gubernur Irak Abu Musa al-Asy`ari berkirim surat kepada Khalifah Umar di Madinah, yang isinya antara lain: "Surat-surat kita memiliki tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Sudah saatnya umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun." Khalifah Umar ibn Khattab menyetujui usul gubernurnya ini. Terbentuklah panitia yang diketuai Khalifah Umar sendiri dengan anggota enam Sahabat Nabi terkemuka, yaitu Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Talib, Abdurrahman ibn Auf, Sa`ad ibn Abi Waqqas, Talhah ibn Ubaidillah, dan Zubair ibn Awwam. Mereka bermusyawarah untuk menentukan Tahun Satu dari kalender yang selama ini digunakan tanpa angka tahun. Ada yang mengusulkan perhitungan dari tahun kelahiran Nabi ('Am al-Fil, 571 M), dan ada pula yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama ('Am al-Bi'tsah, 610 M). Tetapi akhirnya yang disepakati panitia adalah usul dari Ali ibn Abi Talib, yaitu tahun berhijrahnya kaum Muslimin dari Mekah ke Madinah ('Am al-Hijrah, 622 M). Ali ibn Abi Talib mengemukakan tiga argumentasi. Pertama, dalam Alquran sangat banyak penghargaan Allah bagi orang-orang yang berhijrah (al-ladzina hajaru). Kedua, masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah ke Madinah. Ketiga, umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijriah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan dan ingin berhijrah kepada kondisi yang lebih baik. Maka Khalifah Umar ibn Khattab mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi adalah Tahun Satu, dan sejak saat itu kalender umat Islam disebut Tarikh Hijriah. Tanggal 1 Muharram 1 Hijriah bertepatan dengan 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622 Masehi). Tahun keluarnya keputusan Khalifah itu (638 M) langsung ditetapkan sebagai tahun 17 Hijriyah. Dokumen tertulis bertarikh Hijriah yang paling awal (mencantumkan Sanah 17 = Tahun 17) adalah Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Khalifah Umar ibn Khattab kepada seluruh penduduk Kota Aelia (Jerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam dari penjajahan Romawi. Sistem Kalender Hijriah Dari Muharram sampai Dzulhijjah, setiap bulan 30 atau 29 hari sehingga 354 hari setahun. Dalam setiap siklus 30 tahun, 11 tahun adalah kabisat (Dzul-Hijjah dijadikan 30 hari), yaitu tahun-tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26 dan 29. Pada tanggal 31 Januari 2006, kita memulai tahun baru 1 Muharram 1427 Hijriyah, tahun ke-17 dalam siklus 1411-1440. Oleh karena peredaran bulan adalah sesuatu yang eksak, maka awal puasa dan Idulfitri pada masa mendatang sudah dapat kita hitung secara ilmiah! Kita akan memulai ibadah puasa Ramadan tanggal 24 September 2006 dan merayakan Idulfitri tanggal 23 Oktober 2006. Selanjutnya kita akan berpuasa Ramadan lagi mulai tanggal 13 September 2007, lalu berlebaran pada tanggal 13 Oktober 2007. Setiap 32 atau 33 tahun, dalam satu tahun Masehi terjadi dua kali Idulfitri (awal Januari dan akhir Desember) seperti pada tahun 2000 yang lalu. Idulfitri berdekatan dengan Tahun Baru Masehi. Fenomena ini pernah terjadi pada tahun 1870, 1903, 1935, 1968, dan akan berlangsung lagi tahun 2033, 2065, 2098, 2130, dan seterusnya. Konversi tahun Hijriyah ke tahun Masehi atau sebaliknya dapat dilakukan dengan memakai rumus: M = 32/33 H + 622H = 33/32 ( M - 622 ) Kalender Hijriah setiap tahun 11 hari lebih cepat dari kalender Masehi, sehingga selisih angka tahun dari kedua kalender ini lambat laun makin mengecil. Angka tahun Hijriah pelan-pelan 'mengejar' angka tahun Masehi, dan menurut rumus di atas keduanya akan bertemu pada tahun 20526 Masehi yang bertepatan dengan tahun 20526 Hijriah. Saat itu kita entah sudah berada di mana. "Perhatikanlah waktu! Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian..." demikian pesan suci Alqur'an.*** Kalender Saka dan Jawa NENEK moyang kita memakai kalender Saka sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender Saka dimulai tahun 78 Masehi, ketika kota Ujjayini (Malwa di India sekarang) direbut kaum Saka (Scythia) di bawah pimpinan Raja Kaniska dari tangan kaum Satavahana. Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna. Agar kembali sesuai dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara bergilir setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua bagian: suklapaksa (paro terang, dari konjungsi sampai purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang konjungsi), masing-masing bagian 15 atau 14 hari (tithi). Jadi kalender Saka tidak memiliki tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17. Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriah secara bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriah. Cuma bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi 1 Muharram 1043 Hijriah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum`at Legi tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul-Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak Islam. Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramelan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura sebab mengandung Hari Asyura 10 Muharam. Rabi'ul-Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi'ul-Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya "sesudah Mulud". Sya`ban merupakan bulan Ruwah, saat mendoakan arwah keluarga yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadan). Dzul-Qa'dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat berlangsungnya ibadah haji dan Iduladha. Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang berbau jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India. Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Je dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 (7 x 5). Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 120 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama. Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8 = 45/120), sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari, agar kembali sesuai dengan kalender Hijriah. Sebagai contoh, kurup pertama berlangsung dari Jumat Legi 1 Muharam tahun Alip 1555 sampai Kamis Kliwon 30 Dulkijah tahun Jimakir 1674. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan. Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah 1674 akhir kurup pertama langsung diikuti oleh awal kurup kedua Kamis Kliwon 1 Muharam tahun Alip 1675. Setiap kurup (periode 120 tahun) dinamai menurut hari pertamanya. Periode 1555-1674 disebut kurup jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwah Legi), kemudian periode 1675-1794 kurup kamsiah (Amiswon = Alip-Kemis-Kliwon), dan periode 1795-1914 kurup arbangiah (Aboge = Alip-Rebo-Wage). Sejak 1 Muharam tahun Alip 1915 (1 Muharram 1403 Hijriah) yang jatuh pada 19 Oktober 1982, kita berada dalam kurup salasiah 1915-2034 (AsoPon = Alip-Seloso-Pon), di mana setiap 1 Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari Selasa Pon. Tahun baru 1 Muharam (Sura) tahun Alip 1939, yang identik dengan 1 Muharram 1427 Hijriah, jatuh pada hari Selasa Pon tanggal 31 Januari 2006. Kalender Sunda (?) Belakangan ini mulailah populer apa yang disebut Kala Sunda, yang dikatakan sebagai kalender lunar asli Sunda yang terlupakan selama ratusan tahun. Kala Sunda ternyata memiliki kejanggalan dalam penentuan awal bulan. Berbeda dengan kalender solar yang tidak tergantung pada posisi bulan, semua kalender lunar dan lunisolar harus memperhitungkan munculnya bulan baru dalam penentuan tanggal satu. Itulah sebabnya tanggal satu (awal bulan) dari kalender-kalender Hijriah, Jawa, Yahudi, Saka, Buddha dan Imlek selalu berdekatan. Anehnya, Kala Sunda menetapkan tanggal satu ketika bulan berwujud setengah lingkaran (padahal seharusnya tanggal 7 atau 8). Istilah Sansekerta suklapaksa (paro terang), yang arti sesungguhnya "separo bulan (half-month) sebelum purnama", dipersepsi secara lain oleh sang pembuat kalender Kala Sunda, yaitu "awal bulan terjadi ketika bulan terlihat separo (half-moon)"! Ternyata apa yang dinamakan Kala Sunda itu merupakan kalender modern yang diramu dari berbagai sistem kalender lain, lalu dimodifikasi agar kelihatan berbeda dengan kalender-kalender sebelumnya. Sistem Kala Sunda persis sama seperti pinang dibelah dua dengan sistem kalender Jawa: dalam sewindu ada tiga tahun kabisat, dan setiap 120 tahun dihilangkan sehari, sehingga jika misalnya awal windu (indung powe) Senen Manis, maka awal windu selanjutnya Senen Manis juga. Setiap 120 tahun, indung powe berganti dari Senen Manis menjadi Ahad Kliwon, kemudian menjadi Sabtu Wage, dan seterusnya. Jadi, sama sekali tidak ada kelebihan Kala Sunda dari kalender karya Sultan Agung yang selama ini dipakai oleh masyarakat Sunda, termasuk oleh Harian Pikiran Rakyat setiap hari. Nama-nama bulan dalam Kala Sunda (Kartika, Margasira, Posya, Maga, Palguna, Setra, Wesaka, Yesta, Asada, Srawana, Badra, Asuji), nama-nama hari (Radite, Soma, Anggara, Buda, Respati, Sukra, Tumpek), serta pembagian bulan menjadi suklapaksa dan kresnapaksa sehingga tidak ada tanggal 16, semuanya itu meniru kalender Saka, kecuali nama hari Tumpek (Sabtu) yang entah dari mana diambil. Nama-nama ini bukan budaya asli Sunda, melainkan pinjaman dari India. Di kalangan rumpun Indo-Jermania (termasuk India), hari pertama berhubungan dengan dewa matahari (Raditya, Dies Solis, Sunday, Zondag, Sonntag, Dimanche), dan hari kedua dengan dewa bulan (Soma, Dies Lunae, Monday, Maandag, Montag, Lundi). Nama-nama hari kalender Saka yang sudah dihapuskan Sultan Agung lantaran berbau kemusyrikan kini dihidupkan kembali oleh Kala Sunda. Masih ada lagi beberapa hal yang patut dijelaskan oleh sang pembuat kalender Kala Sunda. Mengapa bulan pertama dalam Kala Sunda adalah Kartika, yang dalam kalender Saka bulan kedelapan? Apakah manfaatnya menghitung tanggal satu dari saat bulan setengah lingkaran, yang tidak pernah ada sepanjang sejarah kalender sejak zaman Mesopotamia dan Mesir Purba? Apakah gunanya menghidupkan kembali pembagian bulan menjadi suklapaksa dan kresnapaksa, padahal dalam kalender Saka modern di India tidak dipakai lagi? Jika sekarang tahun 1942 Sunda, berarti tahun 1 kalender Kala Sunda jatuh pada tahun 123 Masehi. Peristiwa penting apakah gerangan yang terjadi tahun 123 Masehi, sehingga kita tetapkan sebagai Tahun Satu? Kala Sunda memang cukup akurat, cuma kita harus jujur mengatakan bahwa ini adalah kalender baru ciptaan seorang budayawan Sunda, Ali Sastramidjaja (Abah Ali), yang sangat patut kita hargai! Tetapi janganlah kita gegabah mengatakannya sebagai warisan leluhur Ki Sunda, sebab belum pernah ada kalender seperti itu. Prasasti-prasasti sebelum Islam selalu menggunakan kalender Saka (India), meskipun banyak yang dilengkapi pancawara (bahkan ada juga yang memakai sadwara) hari-hari asli Jawa dan Sunda. Kalender Hijriah Solar Ditinjau dari hubungan terhadap kalender Hijriah, kalender Jawa berkebalikan dengan kalender Iran (Persia). Jika di Jawa kalender mengikuti Hijriah tetapi angka tahun tidak berubah, maka di Iran kalender tidak berubah tetapi angka tahun dihitung dari hijrah Nabi. Jadi kalender Iran adalah kalender Hijriah Solar (kalender Hijriah dengan perhitungan matahari). Selain berlaku di Iran, kalender ini juga dipakai di Afganistan dan Tajikistan sebagai sesama rumpun bangsa Persia. Kalender Iran diciptakan Raja Cyrus tahun 530 SM, dan dibuat lebih akurat pada awal abad ke-12 oleh ahli matematika dan astronomi yang juga sastrawan, Umar Khayyam (1050-1122). Tahun baru (Nawruz) selalu jatuh pada awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Farwardin, Ordibehest, Khordad, Tir, Mordad, Shahriwar, Mehr, Aban, Azar, Dey, Bahman, Esfand. Enam bulan pertama 31 hari dan lima bulan berikutnya 30 hari. Bulan terakhir, Esfand, 29 hari (tahun biasa) atau 30 hari (tahun kabisat yang empat tahun sekali). Dibandingkan dengan kalender solar yang lain, kalender Iran paling cocok dengan musim. Tanggal 1 Farwardin selalu 21 Maret (awal musim semi), tanggal 1 Tir selalu 22 Juni (awal musim panas), tanggal 1 Mehr selalu 23 September (awal musim gugur), dan tanggal 1 Dey selalu 22 Desember (awal musim dingin). Setelah bangsa Iran memeluk agama Islam, tahun hijrah Nabi (622 M) dijadikan Tahun Satu, tetapi kalender tetap berdasarkan matahari. Tahun baru tanggal 1 Farwardin 1385 Hijriah Solar jatuh pada 21 Maret 2006. Khatimah Sebagai penutup uraian, penulis artikel ini mengimbau agar umat Islam membiasakan penggunaan tarikh Hijriah (di samping tarikh Masehi) dalam catatan harian, surat-surat, hari lahir anggota keluarga, dan sebagainya. Banyak di antara kita yang mungkin belum tahu bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia berlangsung pada hari Jumat tanggal 9 Ramadan 1364 Hijriah atau 9 Ramelan (Pasa) Ehe 1876 atau 26 Mordad 1324 Hijriah Solar, yang bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 1945 Masehi.*** Penulis : Irfan Anshory (Direktur "Ganesha Operation" Bandung) Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/012006/27/0901.htm http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/012006/28/0902.htm

Bukan 2007, Seharusnya Tahun Baru 2012 Oleh IRFAN ANSHORY DENGAN tidak terasa kita memasuki tahun 2007 Masehi, meskipun tidaklah salah jika ada yang mengatakan bahwa sekarang adalah tahun 1385 (Persia), 1427 (Hijriah), 1928 (Saka), 1939 (Jawa), 1943 (Sunda), 2550 (Buddha), 2557 (Imlek), 2667 (Jepang), atau 5767 (Yahudi). Bulan mengelilingi bumi dalam 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik atau 29,5306 hari (satu bulan). Jika dikalikan dua belas, hasilnya 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari, waktu satu tahun bagi kalender berdasarkan bulan (lunar atau qamariyah). Bagi kalender berdasarkan matahari (solar atau syamsiyah), waktu satu tahunnya adalah lamanya bumi mengelilingi matahari, yaitu 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik atau 365,2422 hari. Oleh karena jumlah hari dalam setahun tidak bulat, harus ada tahun-tahun tertentu yang dibuat sehari lebih panjang (tahun kabisat, leap year). Kalender lunar memiliki tahun biasa 354 hari dan tahun kabisat 355 hari, sedangkan bagi kalender solar 365 dan 366 hari. Kalender Romawi Kalender Masehi pada hakikatnya adalah kalender Romawi yang bermula sejak tujuh setengah abad sebelum Nabi Isa al-Masih a.s. lahir. Ketika Romulus dan Remus mendirikan kota Roma tahun 753 SM menurut hitungan sekarang, mereka membuat kalender lunar. Awal tahun adalah awal musim semi, dan tahun pembangunan Roma ditetapkan sebagai tahun 1 AUC (ab urbi condita = "sejak kota dibangun"). Nama-nama bulan adalah Martius (Mars, dewa perang), Aprilis (Aprilia, dewi cinta), Maius (Maya, dewi kesuburan), Junis (Juno, istri dewa Jupiter), Quintilis (bulan ke-5), Sextilis (bulan ke-6), September (bulan ke-7), October (bulan ke-8), November (bulan ke-9), December (bulan ke-10), Januari (Janus, dewa penjaga gerbang langit), dan Februari (Februalia, dewi kesucian). Setiap bulan 30 hari, kecuali Februari sebagai bulan terakhir hanya 24 atau 25 hari, sehingga jumlah setahun 354 atau 355 hari. Agar tahun baru tanggal 1 Martius tetap jatuh pada awal musim semi, setiap tiga tahun disisipkan bulan ke-13, Mercedonius, setelah Februari. Pada tahun 709 AUC (tahun 46 SM menurut kita sekarang), kalender lunar Romawi berubah menjadi kalender solar yang ditiru dari bangsa Mesir. Kehidupan masyarakat Mesir sangat tergantung pada pasang dan surut Sungai Nil, sehingga mereka sejak tahun 4236 SM menggunakan kalender solar untuk menandai musim banjir, musim tanam dan musim panen. Penguasa Romawi saat itu, Julius Caesar, bobogohan dengan Cleopatra Ratu Mesir. Untuk mengambil hati kekasihnya, Julius Caesar mengubah kalendernya menjadi kalender solar. Aneh tapi nyata: kalender berubah gara-gara cinta! Dengan bantuan Sosigenes, seorang ahli astronomi Yunani di Iskandariah, awal tahun Romawi serta jumlah hari dalam setiap bulan disesuaikan dengan kalender Mesir. Tahun baru digeser dari Martius (Maret) menjadi Januari. Akibatnya, September yang artinya "bulan ke-7" (septem = tujuh) menjadi bulan ke-9. Nama bulan Quintilis diganti bulan Julius, diambil dari namanya sendiri. Banyaknya hari dalam sebulan: Januari 31, Februari 28 atau 29, Martius 31, Aprilis 30, Maius 31, Junis 30, Julius 31, Sextilis 31, September 30, October 31, November 30, dan December 31. Tahun 709 AUC itu ditetapkan oleh Julius Caesar sebagai tahun 1 Julian. Kaisar Romawi berikutnya, Octavianus Augustus, ingin juga mengabadikan namanya dalam kalender. Namanya, Augustus, dipakai mengganti nama bulan Sextilis. Untunglah kaisar-kaisar sesudahnya tidak memiliki keinginan serupa, sehingga nama-nama bulan tidak lagi mengalami perubahan. Tahun Masehi Setelah bangsa Romawi memeluk agama Nasrani, kalender Julian tetap digunakan, bahkan makin meluas pemakaiannya di kalangan bangsa-bangsa Eropa. Pada tahun 572 Julian, seorang pejabat tinggi kepausan di Roma, Dionisius Exiguus, menetapkan perhitungan tahun Anno Domini ("Tahun Tuhan"). Berdasarkan perkiraan Dionisius bahwa Nabi Isa al-Masih a.s. lahir tahun 47 Julian, maka tahun 47 Julian ditetapkan sebagai tahun 1 Anno Domini (AD), dan angka tahun 572 Julian diganti menjadi 526 AD. Sejak tahun 526 mulailah berlaku hitungan tahun Anno Domini (AD) yang berlangsung sampai sekarang. Kita di Indonesia menyebutnya tahun Masehi (M). Kalender Julian memakai patokan 365,25 hari setahun dengan kabisat empat tahun sekali, yaitu yang angka tahunnya habis dibagi empat. Patokan ini berlebih 0,0078 hari dari yang seharusnya. Akibatnya terjadi kesalahan satu hari dalam setiap 128 tahun. Pada tahun 1582 kesalahan kalender mencapai sepuluh hari. Awal musim semi (vernal equinox) jatuh pada 11 Maret, padahal seharusnya 21 Maret. Maka pada tahun 1582 Paus Gregorius XIII membuat keputusan yang berjudul Calendarium Gregorianum. Angka tanggal harus dilompatkan sepuluh. Hari Kamis tanggal 4 Oktober 1582 harus diikuti oleh Jumat 15 Oktober 1582. Untuk memperkecil kesalahan pada masa mendatang, tiga dari empat sentesimal (tahun peralihan abad) yang seharusnya kabisat dibuat sebagai tahun biasa. Jadi, tahun 1600 kabisat; 1700, 1800 dan 1900 tahun biasa; 2000 kabisat lagi, dan seterusnya. Sistem Gregorian ini hanya berlebih 0,0003 hari per tahun. Untuk mencapai kesalahan satu hari diperlukan waktu 3333 tahun. Jadi, kalender Gregorian baru perlu dikoreksi nanti pada awal abad ke-50! Pada mulanya yang mengikuti keputusan Paus untuk mengubah kalender hanyalah negara-negara Eropa yang mayoritas Katolik. Hal ini pun menimbulkan kegemparan di kalangan masyarakat awam. Banyak orang yang ketakutan kalau-kalau usianya berkurang sepuluh hari, dan para pekerja menuntut upah bagi sepuluh hari yang dianggap hilang. Adapun negara-negara Protestan, Anglikan dan Ortodoks tetap memakai kalender Julian. Mereka mencurigai keputusan Paus itu hanya taktik untuk mengembalikan otoritas Roma di bidang agama. Menjelang akhir abad ke-17, tahun 1698, seorang ilmuwan Jerman yang berwibawa saat itu, Prof. Dr. Erhard Weigel, berkirim surat kepada raja-raja Eropa yang beragama Protestan agar menerima kalender Gregorian. Weigel menegaskan bahwa pemakaian kalender itu tidaklah berarti tunduk kepada Paus. Ini masalah ketepatan peredaran benda langit, kata Weigel, bukan masalah agama. Maka pada awal abad ke-18 negara-negara Protestan menerima kalender Gregorian. Inggris negara Anglikan baru mengikuti tahun 1752, dengan menyatakan bahwa tanggal 2 September 1752 langsung disusul oleh 14 September 1752. Hal ini juga berlaku untuk seluruh jajahan Inggris, termasuk Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada sekarang) yang saat itu belum merdeka. Akibatnya, George Washington, yang nantinya menjadi presiden pertama Amerika Serikat, terpaksa mengubah tanggal lahirnya dari 11 Februari 1732 menjadi 22 Februari 1732. Negara-negara Eropa Timur yang menganut Kristen Ortodoks baru menerima kalender Gregorian sesudah Perang Dunia Kesatu berakhir. Rusia memberlakukannya tahun 1918 dengan menyatakan bahwa 31 Januari langsung disusul 13 Februari. Hari penghapusan kekaisaran Rusia yang berlangsung tanggal 7 November 1917 sampai sekarang tetap disebut "Revolusi Oktober", sebab hari itu di Rusia masih berlaku kalender Julian tanggal 25 Oktober. Negara Eropa terakhir yang menerima kalender Gregorian adalah Yunani tahun 1923. Akan tetapi kalender Julian tetap digunakan oleh Gereja Ortodoks khusus untuk menentukan Hari Natal. Sampai sekarang mereka merayakan Natal tanggal 7 Januari (25 Desember menurut kalender Julian), dua minggu lebih lambat daripada umat Kristen lainnya. Di negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin, penyebaran kalender Gregorian dilakukan oleh negara-negara Eropa yang menjajahnya. Di Indonesia sampai awal abad ke-20 kalender Hijriah masih dipakai oleh raja-raja Nusantara. Bahkan Raja Karangasem yang beragama Hindu, Ratu Agung Ngurah, dalam surat-suratnya kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang beragama Nasrani, Otto van Rees, pada tahun 1894 masih menggunakan tarikh 1313 Hijriah. Kalender Gregorian secara resmi dipakai di seluruh Indonesia mulai tahun 1910 dengan berlakunya Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap, hukum yang menyeragamkan seluruh rakyat Hindia Belanda. Maka tercapailah niat Octavianus Augustus yang ingin namanya abadi. Nama Kaisar Romawi ini senantiasa diucapkan oleh jutaan orang Indonesia setiap tahun tatkala merayakan hari proklamasi kemerdekaan. Tahun 2007? Dionisius Exiguus pada abad ke-6 membuat perhitungan tahun Masehi (Anno Domini) berdasarkan data Injil Lukas bahwa Nabi Isa al-Masih a.s. memulai tugas kerasulan pada tahun ke-15 pemerintahan Kaisar Tiberius. Dia bertakhta dari tahun 60 sampai 83 Julian (14-37 Masehi), sehingga kejadian yang diceritakan Lukas itu berlangsung tahun 75 Julian (29 Masehi). Oleh karena Lukas pun ternyata main tebak dengan mengatakan usia Nabi Isa al-Masih saat itu "kira-kira 30 tahun" (quasi annorum triginta), maka Dionisius memperkirakan utusan Allah yang mulia itu lahir pada tahun 47 Julian, yang ditetapkannya sebagai Tahun 1 Masehi. Ternyata perkiraan Dionisius itu tidak tepat! Baik Injil Lukas maupun Injil Matius mencatat kelahiran Isa al-Masih pada masa Raja Herodes di Palestina, yang berarti antara tahun 10 dan 43 Julian (37 SM sampai 4 SM). Lukas juga mengatakan bahwa Isa al-Masih lahir ketika Gubernur Suriah Quirinius, atas perintah Kaisar Augustus (bertahta 27 SM sampai 14 Masehi), mengadakan sensus penduduk di Palestina. Sensus ini tentu berlangsung sesudah pengangkatan Quirinius tahun 41 Julian (6 SM). Dengan demikian putra suci Siti Maryam r.a. itu sangat mungkin lahir pada tahun 42 Julian (5 SM). Jadi, kalau kita ingin konsekuen menghitung tahun sejak lahirnya Nabi Isa al-Masih a.s., seharusnya sekarang kita memasuki tahun 2012.*** Penulis, seorang pemerhati kalender.

LIEUR DESU NE

warsa anyar, can aya laratan kamana nya mapay tapak. tamaha awak mawa sangsara. tatalang raga asa karasa nambahan jangar. kasaha nya wakca, kamana nya balaka ?